Misteri Jual Beli Lahan Ratusan Hektar di Desa Pangkalan Terap, Diduga Pemalsuan Dokumen Sabtu, 04/06/2022 | 18:33
Foto : Ilustrasi lahan
PELALAWAN - Jual beli lahan seluas lebih kurang 400 Ha di Desa Pangkalan Terap, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau, masih menjadi misteri. Sunter terdengar adanya peran mantan kepala desa dengan mantan sekretaris Desa Pangkalan Terap periode sebelumnya itupun menjadi buah bibir antara masyarakat setempat.
Tidak tanggung-tanggung, lahan yang dijual tersebut kabarnya mencapai ratusan Ha yang dibeli oleh oknum perusahaan perkebunan kelapa sawit (PKS) yang ada di Kecamatan Pangkalan Kuras inisial SU.
Ada dugaan dalam pembuatan surat SKRT tersebut terjadi pemalsuan administrasi dengan modus tahun penerbitan penomoran surat dimundurkan beberapa tahun lalu.
Hal tersebut terkuak atas pengakuan Kasie Pemerintahan Kasipem) dan Sekretaris Desa (Sekdes) yang mengaku tidak pernah mengetahui terbitnya surat sejumlah ratusan hektar itu, meskipun seharusnya secara kewenangan, dalam pembuatan surat tanah haruslah melalui Kasipem dan Sekdes.
Sekdes Deki Abdullah mengatakan ketidaktahuannya terkait pembuatan surat SKRKT yang baru-baru ini mencuat kepermukaan publik. “Soal surat Tanah biasanya yang buat kasi pemerintahan Bang Dirman, coba tanya dia bang, karena kalau saya memang nggak ada buat,” aku Deki Abdullah kepada awak media melalui pesan singkat WhatsApp, Sabtu 28 Mei 2022.
Sementara itu, Bupati Pelalawan Zukri Misran mengatakan akan menelusuri persoalan yang menghabiskan lahan tersebut. “Nanti Abang cek dulu,” kata Zukri singkat saat dihubungi awak media melalui telepon selularnya, Selasa 30 Mei 2022.
Namun mantan Sekdes lama, Leksi ketika dikonfirmasi melalui WhatsApp pada Rabu 01/06 siang memilih diam dikutip Sabtu (04/06/2022).
Menurut Pasal 263 dan 264 kitab Undang-undang Hukum Pidana seperti dilansir dari laman website yuridis.id, tindak pidana pemalsuan dokumen otentik bisa terancam kurungan selama 8 tahun.
Tidak hanya itu, bagi pejabat aktif berdasarkan kelalaiannya juga bisa terkena sanksi pidana terhadap pemalsuan keterangan dan dokumen kewarganegaraan sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, bagi setiap orang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 tahun dan denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu milyar rupiah).(Sm/Tim)