Pulanglah ke Pangkuan Ibu, Derita Masyarakat Kelompok Tani sebagai Bukti Kezholiman dan Keadilan yang Mati Suri Minggu, 11/09/2022 | 20:59
BENGKALIS - Semeraut yang berkepanjangan seperti sungai tak berhulu, dimana Permasalahan lahan Kelompok Tani Desa Dompas Bersatu dan Kelompok Tani Perjuangan Desa Batang Duku belum terealisasi oleh pengurus koperasi BBDM dan belum ada titik terang hingga saat ini.
"Jauh sudah kami melangkah, berbagai lembah sudah kami lalui. Biarpun keadilan bagaikan mati suri, tetapi iman didada akan membawa mereka yang hasat dan dengki ke jeruji besi," kata Ketua Aliansi Kelompok Tani Syaiful Bahri dengan suaranya yang lantang dan raut wajah yang tampak sedikit kecewa karena keadilan yang belum tiba, Minggu (11/09/2022).
Kata ini lebih baik kusematkan dari pada menahan sesak didada atas dimana belum ada kepastian hak kelompok tani. Mungkin saja keadilan yang mati suri bisa hidup kembali, namun rasa sakit hati kami masyarakat kelompok tani takkan bisa terganti.
Dikata Syaiful Bahri, berdirinya wadah bernama Koperasi BBDM karena adanya kelompok tani. Hal ini terlihat jelas di pelupuk mata. Dan Perlu diketahui bersama jantungnya koperasi adalah kelompok tani, seperti anak yang dibesarkan oleh ibunya.
"Pulanglah ke pangkuan ibu selagi masih ada waktu, derita masyarakat kelompok tani merupakan bukti atas kezholiman. Dan kezholiman itu harus akan hancur suatu saat nanti," tegas Syaiful Bahri sambil meenghirup kopi yang hangat.
Pantauan media ini terlihat tubuh Syaiful Bahri yang tidak muda lagi sama sekali tak melemahkan semangatnya dalam memperjuangkan hak masyarakat kelompok tani. Ia tetap terus menyuarakan hak lahan kelompok tani yang saat ini belum bisa dia nikmati.
Selanjutnya, Syaiful Bahri mengutarakan darimana harus kumulai, sementara tabiat manusia terus menerus bernuansa lupa, lupa akan jerih payah para masyarakat dulunya merintis lahan.
"Salah satu menghidupkan nyawa koperasi sebagai perpanjangan lidah kelompok tani menuju Perusahaan PT. SDA ialah berdasarkan adanya kelompok tani yaitu guna untuk mensejahterakan masyarakat, " jelasnya.
"Akan tetapi kenyataannya berbeda, dimana wadah yang seharusnya mensuburkan lahan kelompok tani kini berubah menjadi api yang siap membakar hak hak masyarakat yang disebut lahan pemilik kebun plasma. Disinilah Sumpah serapah masyarakat kelompok tani merupakan bukti adanya sebuah kezholiman. Seperti Gemuruh di siang hari, suara lantang bergema di langit Bukit Batu, mulai dari arah desa dompas menuju desa batang duku. Suara yang kami serukan adalah suara penderitaan, seharusnya jerih payah kami merintis lahan plasma sudah kami nikmati saat ini. Namun itu hanyalah penantian yang tanpa ada kejelasan. Hak kami disimpang siurkan demi meraup keuntungan, "tutupnya. (RL)