Napi Disiksa - Dipaksa Makan Muntahan, 5 Oknum Petugas Lapas Dipindahkan Selasa, 08/03/2022 | 11:33
Foto : Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta. (detikJateng)
SOLO - Komnas HAM merilis hasil temuan dan analisis terhadap kasus dugaan kekerasan di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta. Warga binaan di lapas tersebut diduga mendapatkan penyiksaan dan perlakuan sadis oleh oknum petugas lapas.
"Terkait tindakan penyiksaan, kekerasan dan perlakuan buruk merendahkan martabat yang dilakukan oleh petugas lapas, terdapat 9 tindakan penyiksaan kekerasan fisik," kata Pemantau Aktivitas HAM Wahyu Pratama Tamba dalam jumpa pers virtual, melansir detikjateng pada Senin (07/03/2022).
Napi Dipukul, Ditendang Hingga Diinjak - injak
Tamba mengatakan, kekerasan fisik itu di antaranya pemukulan baik menggunakan tangan kosong maupun menggunakan alat. "Seperti selang, kabel, alat kelamin sapi atau kayu, pencambukan menggunakan alat pecut dan penggaris, ditendang, diinjak-injak dengan menggunakan sepatu PDL dan lain sebagainya," paparnya.
Dipaksa Makan Muntahan - Cuci Muka Dengan Air Seni
Selain itu, Tamba mengungkapkan terdapat 8 tindakan perlakuan buruk merendahkan martabat. Di antaranya memakan dan meminum benda-benda menjijikkan. "Di antaranya WBP (warga binaan pemasyarakatan) diminta memakan muntahan makanan, diminta meminum air seni dan mencuci muka menggunakan air seni. Pencukuran dan penggundulan rambut bahkan dalam kondisi telanjang," ungkap Tamba.
Napi Baru Jadi Sasaran Penyiksaan
Tamba mengungkapkan penyiksaan terjadi ketika warga binaan baru masuk lapas pertama kali dalam kurun waktu satu hingga dua hari. Kemudian pada Masa Pengenalan Lingkungan (Mapenaling) dan saat warga binaan melakukan pelanggaran. "Konteks terjadinya penyiksaan, dalam melakukan penindakan petugas melakukan kekerasan sebagai bentuk pembinaan dan pendisiplinan terhadap WBP selain itu juga bertujuan untuk menurunkan mental WBP," katanya.
Temukan 13 Alat Penyiksaan
Temuan lain, lanjut Tamba, terdapat minimal 13 alat yang digunakan dalam penyiksaan. Di antaranya selang, kayu, dan air garam. "Di antaranya selang, kabel, kayu, buku apel, penggaris, sepatu PDL, air garam, air deterjen, pecut sapi, timun, dan sambal cabai. Kemudian sandal dan barang-barang yang dibawa oleh tahanan (warga binaan) baru," kata Tamba.
Penyiksaan Dilakukan di 16 Titik
Selain itu, terdapat 16 titik lokasi terjadinya penyiksaan. "Antara lain branggang (tempat pemeriksaan pertama saat WBP masuk lapas), blok isolasi kegiatan mapenaling, lapangan setiap blok, aula bimbingan kerja, kolam ikan lele, ruang P2U, dan lorong-lorong blok," ungkapnya.
Penyiksaan, kata Tamba, juga terjadi pada tahanan titipan Kejaksaan. "Berdasarkan temuan terdapat 1 orang tahanan titipan kejaksaan yang secara faktual juga mengalami penyiksaan," sebutnya.
Kesimpulan Komnas HAM RI
Sementara itu, Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM M Choirul Anam memaparkan berdasarkan analisa yang dilakukan disimpulkan bahwa intensitas tindakan kekerasan yang tinggi karena adanya perubahan struktur kepemimpinan lapas pada medio pertengahan tahun 2020. Sebab saat itu, sedang ada upaya pembersihan peredaran narkotika di Lapas Pakem. Namun, setelah itu masih ada tindakan kekerasan walau tidak setinggi sebelumnya. "Kami simpulkan, memang intensitas penyiksaan, kekerasan dan merendahkan martabat itu memang terjadi di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta ketika medio awal hingga menjelang akhir 2020. Yang salah satunya ditandai dengan pembersihan narkoba yang ditemukan sekian bunker, pil, dan HP," imbuhnya.
Anam mengatakan berbagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh petugas kepada WBP memang ada. "Mulai dari level kekerasan, mendapatkan perlakuan fisik yang begitu kejam sampai beberapa luka itu masih ada," katanya.
Komnas HAM Ungkap Pelaku Penyiksaan
Anam menjelaskan intensitas penyiksaan terhadap WBP tinggi yakni pada saat pertama kali masuk lapas. Selain itu intensitas penyiksaan tinggi juga dilakukan pada malam hari.
"Siapa yang melakukan itu? Kami menyimpulkan ada tiga kategori, pertama petugas yang mengakui tindakan pemukulan, menendang dan mencambuk menggunakan selang. Kedua, petugas yang melihat langsung tindakan pemukulan dan penelanjangan di branggang terhadap WBP kiriman baru sebelum masuk blok," ucapnya.
"Yang ketiga, petugas yang mengetahui dan mendengar dari rekan regu pengaman yang bertugas saat itu. Jadi ada tiga layer. Yang melakukan, mengetahui, ada layer yang mengetahui tapi basisnya mendengar," imbuhnya.
Tegaskan Adanya Pelanggaran HAM
Selain itu, Komnas HAM menyimpulkan ada pelanggaran HAM terhadap peristiwa penyiksaan di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta. "Pertama hak untuk terbebas dari penyiksaan, hak memperoleh keadilan, hak atas rasa aman, hak untuk kehidupan yang layak, terakhir hak atas kesehatan," bebernya.
Rekomendasi Komnas HAM
Atas peristiwa itu, Komnas HAM memberikan beberapa rekomendasi. Ditujukan kepada Menteri Hukum dan HAM dan jajaran terkait.
Pertama, segera melakukan pemeriksaan kepada siapapun yang melakukan maupun mengetahui tindakan penyiksaan yang terjadi, namun tidak mengambil langkah yang efektif untuk mencegah. "Dalam hal ini termasuk petugas sipir lapas, penjaga pintu utama, eks Kalapas maupun eks KPLP periode tahun 2020 maupun pihak-pihak terkait lainnya," kata Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Endang Sri Melani, pada Senin (07/03/2022).
Rekomendasi lainnya yakni melakukan monitoring dan evaluasi secara terus-menerus agar pembinaan pemasyarakatan dan pemberantasan narkotika maksimal serta tidak terjadi lagi tindakan penyiksaan. "Terkait dengan korban adalah melakukan upaya pemulihan fisik maupun psikologis bagi korban yang mengalami traumatis dan luka fisik," katanya.
Komnas HAM juga meminta untuk SOP di lapas termasuk dalam pelaksanaan cuti dan pembebasan bersyarat dapat diakses secara mudah. "Harus dipastikan untuk tahanan titipan mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan napi lain dalam rangka perlindungan hukum sebagai statusnya yang memang belum menjadi napi," pungkasnya.
Kanwil Kemenkumham DIY Minta Maaf
Kanwil Kemenkumham DIY angkat bicara terkait hasil pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM dalam kasus kekerasan yang terjadi di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta.
Melalui keterangan tertulis, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham DIY Gusti Ayu Putu Suwardani meminta maaf atas peristiwa yang menimpa warga binaan pemasyarakatan (WBP). "Permohonan maaf atas kelalaian yang diduga telah dilakukan oleh beberapa oknum petugas terhadap beberapa WBP LP Narkotika Yogyakarta," kata Gusti dalam keterangannya, pada Senin (07/03/2022).
Terlibat Penyiksaan, 5 Oknum Petugas Dipindah
Gusti melanjutkan Kanwil Kemenkumham DIY telah melaksanakan sejumlah rekomendasi Komnas HAM. Di antaranya, memeriksa beberapa petugas yang diduga terlibat, termasuk memindahkan 5 petugas yang disinyalir melakukan kekerasan ke Kantor Wilayah."Kemudian menetapkan pejabat sementara dan merotasi beberapa petugas untuk menetralisir situasi dan kondisi, memastikan pelaksanaan tugas sesuai SOP untuk pemenuhan hak-hak tahanan dan narapidana (PB, CB, CMB, CMK), termasuk di dalamnya penerimaan dan pembinaan," urainya.
Kanwil, lanjut Gusti, juga memberikan perawatan kesehatan secara maksimal dan pendampingan psikologis untuk beberapa warga binaan yang masih mengalami trauma. "Monitoring masih dilakukan sampai saat ini dengan perubahan yang signifikan," ucapnya.
Di sisi lain, Kanwil Kemenkumham DIY juga tetap melakukan koordinasi dan komunikasi dengan ORI Perwakilan DIY dan Komnas HAM.
Gusti juga mengatakan saat ini telah ditempatkan pejabat-pejabat baru, dan Kepala Kesatuan Pengamanan telah dikembalikan ke Lapas Narkotika Yogyakarta. "Kanwil Kemenkumham DIY memegang komitmen untuk mempertahankan dan memperjuangkan Lapas/Rutan DIY tetap Bebas Dari Narkoba, HP dan pirantinya," kata dia.(Tugiman)